iapa yang dekat penguasa, lokal maupun nasional, lebih berpeluang. Supaya dekat, mudah! Ongkosi mereka saat pemilu. Mereka jadi, loh bisa panen. Gak jadi? Anggap aja gagal panen. Biasa, bisnis juga kadang ada ruginya
![]() |
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Foto: wikipedia |
Oleh: Mang Udin
Pintu rizki itu banyak. Alam Raya begitu luas. Di setiap sudutnya ada
rizki. Tuhan sudah menyiapkannya. Perlu kemauan dan sedikit kecerdasan untuk
mendapatkannya. Sebab, banyak persaingan.
Di hutan ada peluang pertanian dan tambang. Di situ para pemodal
bersaing. Di ekspor-impor juga ada sumber rizki yang berlimpah.
Apalagi di
BUMN, seperti Jiwasraya dan Asabri, Tuhan taruh rizki yang luar biasa besar di
sana. Juga di KPU, ada banyak uang.
Siapa yang dekat penguasa, lokal maupun nasional, lebih berpeluang.
Supaya dekat, mudah! Ongkosi mereka saat pemilu. Mereka jadi, loh bisa panen.
Gak jadi? Anggap aja gagal panen. Biasa, bisnis juga kadang ada ruginya.
Agar tahu calon yang bakal menang, bikin survei. Lembaga-lembaga survei
biasa dapat order dari para pengusaha. Untuk apa? Mencari calon pemenang
pilkada dan pilpres.
Jangan lupa, urusan bisnis bukan hanya beli lahan dan pelihara preman
di lapangan. Tapi juga harus belanja undang-undang (UU) dan kebijakan. Toko UU
di DPR. Toko kebijakan di presiden atau kepala daerah. Masukkan belanja itu
sebagai modal investasi.
Sebelum belanja UU, harus belanja orang dulu. Lagi-lagi pakai survei.
Siapa aja calon anggota DPR yang bakal jadi. Biasanya, incumbent itu prioritas.
Modali 10-15 M untuk nyaleg. Besar sekali? Kalau mau dapat besar, modalnya
harus besar. Kalau mau modal kecil, jualan cendol atau bakso keliling.
Kenapa modal nyalon DPR besar? Karena banyak yang harus disedekahi.
Mulai dari timses, ormas dan pemilih. Perlu juga siapin sedekah untuk petugas
pemilu. Buat apa? Buat jaga suara. Kalau suara loh kurang, bisa juga belanja
suara. Kalau ketahuan? Itu nasib! Yang apes itu cuma satu dari puluhan ribu
orang. Maka, jangan takut. Mau kaya kok takut.
Modal besar, ya hasil juga harus besar. Loh nyaleg habis 10 miliar.
Lima tahun dapat penghasilan di bawah 10 miliar. Loh mau? Kagak! Orang waras
gak bakal ada yang mau.
Kalau gaji gak sampai segitu, gimana dong? Belajar sama orang-orang
yang sudah banyak pengalaman. Orang-orang yang namanya sudah disebut di
persidangan kasus E-KTP itu pasti sangat berpengalaman. Loh bisa belajar gimana
cari duit banyak. Dan loh juga bisa belajar gimana supaya selamat.
Cara mudah untuk selamat itu simpel. Dekat dengan penguasa atau partai
penguasa. Seandainya apes, KPK usil, tetap aman. Mau disebut berapa kali nama
loh di persidangan, gak ngaruh. Tetap selamat. Loh masih bisa jadi gubernur.
Loh masih bisa jadi menteri. Loh masih bisa duduk di DPR. Loh masih bisa tetap
menjabat di partai. Kalau ada aparat macem-macem, mau geledah segala, tutup
pintu gerbang. Pasang security di situ. Gak bakal berani. Besok tinggal bilang
ke media: petugas KPK gak bawa surat. Beres! Masih ngotot, loh laporan ke Dewan
Pengawas (Dewas) . UU No 29/2019 bisa loh pakai. Jangan lupa, kasih tahu dulu
orang yang bisa pengaruhi Dewas
Kalau loh deket penguasa atau partai penguasa, gampang cari modal. Para
pemodal, besar maupun kecil,skala bisnisnya, suka orang seperti loh. Loh
tinggal sebut angka, cair!
Kalau pingin namanya agak kerenan dikit, biar tetap kelihatan intelek,
main di survei aja. Order gak akan putus. Di Indonesia pemilunya banyak. Itu
artinya, pasar gak pernah sepi. Loh tetap dianggap intelek, tapi duit banyak.
Dari pada cuma jadi dosen. Nyicil Avansa aja ngos-ngosan. Gak berani ngimpi
punya Alphard atau rumah di lokasi strategis. Kalau yang loh survei jadi
presiden, loh bisa jadi komisaris. Apalagi kalau komisarisnya di Inalum. Wuih,
gaji loh gede bro.
Ini namanya kerja keras dan usaha cerdas. Tidak hanya tahu di sudut
mana rizki Tuhan itu berada, tapi juga tahu cara untuk mendapatkan rizki itu.
Gak ada yang ujug-ujug. Gak ada yang instan. Ada proses panjang.
Ada orang menyebut itu kolusi. Kalau ada kolusi, biasanya ada korupsi.
Soal istilah, siapa aja bisa buat bro. Mau-mau dia. Tapi itu gak penting buat
loh. Yang biasa ngomong kolusi dan korupsi itu biasanya karena gak pernah dapat
bagian. Sekali diberi kesempatan, gak
akan ngomong lagi. Meski dulu pernah dipenjara di zaman Orba atas nama
idealismenya. Tapi kalau diberi kesempatan, ternyata dekat dengan penguasa itu
nikmat. Dari pada jadi ustaz kampung, lebih baik jadi ustaz istana. Dari pada
jadi ilmuwan kampus, mesih mending jadi intelektual penguasa. Rizki Tuhan
terbuka.
Bro, bukannya hasil korupsi itu juga rizki dari Tuhan? Hanya beda cara
dan penyebutan istilah saja.
Jakarta, 16 Januari 2020
Video pilihan: