Semua yang disampaikan Imam al-Ghazali di atas, merupakan peringatan kepada setiap Muslim untuk selalu mawas diri, waspada, dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah)
![]() |
Imam Al-Ghazali |
AL KISAH suatu hari, Imam al-Ghazali sedang mengajar di majelisnya. Dalam kesempatan tersebut, sang imam mengajukan beberapa pertanyaan kepada murid-muridnya.
"Semua yang disampaikan Imam al-Ghazali di atas, merupakan peringatan kepada setiap Muslim untuk selalu mawas diri, waspada, dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah)"
Pertama, “Apakah yang paling dekat
dengan diri kita di dunia ini?” tanya Imam Ghazali.
Sejumlah murid
pun beramai-ramai menjawab. Jawaban mereka antara lain, bahwa yang paling dekat
itu adalah orang tua, guru, teman, kerabat, anak, dan lain sebagainya.
Sang imam
kemudian menjelaskan; “Jawaban kalian semua benar. Tapi ketahuilah,
sesungguhnya yang paling dekat dengan kita di dunia ini adalah kematian.”
Lihat Surah Ali Imran [3]: 185.
Kedua, “Apa yang paling jauh dengan diri kita?” tanya Imam Ghazali.
Kedua, “Apa yang paling jauh dengan diri kita?” tanya Imam Ghazali.
Murid-muridnya
menjawab bahwa yang paling jauh itu di antaranya adalah bulan, matahari,
bintang, dan lain sebagainya.
Kembali Imam
al-Ghazali menjelaskan, bahwa jawaban mereka benar, tetapi kurang tepat. “Yang
paling jauh dari diri kita adalah masa lalu.”
Sebab, masa lalu
tak akan bisa kembali. Apa pun kendaraan yang diperlukan untuk mengejar kembali
sang waktu (masa lalu), tetap saja semua itu tak akan mampu mencapainya.
Ketiga, “Apakah yang paling berat
di dunia ini?,” tanya Imam al-Ghazali.
Sejumlah muridnya
menjawab, bahwa yang paling berat itu antara lain gunung, besi, baja, dan
beragam jawaban lainnya yang tergolong benda berat. “Sesungguhnya, yang paling berat di dunia
ini adalah amanah.”
Banyak orang yang
memiliki kemampuan intelektual hebat, kekayaan berlimpah, jabatan mentereng,
namun ketika diberi amanah, mereka gagal menjaganya. Mereka terjerumus ke
jurang kehinaan, karena tergoda akan jabatan, kekayaan, perempuan, sehingga
amanah yang disandangnya menjadi terlupakan.
“Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS al-Ahzab [33]:72).
Tatkala Allah Swt
menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung, ketiganya enggan untuk
memikulnya. Namun, manusia memberanikan dirinya untuk memikul amanah tersebut.
Padahal, konsekuensi dari amanah tersebut sangatlah berat. Amanah itu adalah
hidup sejalan dengan tuntunan Allah Swt.
“Kalau
sekiranya Kami menurunkan Alquran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan
melihatnya tunduk dan terpecah belah disebabkan takut kepadaAllah Swt.
Perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir.”
(QS al-Hasyr : 21).
Keempat, “Apakah yang paling ringan di dunia in?” tanya sang imam
Keempat, “Apakah yang paling ringan di dunia in?” tanya sang imam
Beragam jawaban diberikan murid-muridnya.
Antara lain, yang paling ringan itu adalah kertas, kapas, benang, udara, dan
lain sebagainya. “Sesungguhnya, yang paling ringan di dunia ini adalah
meninggalkan shalat.”
Shalat merupakan
kewajiban yang harus dilaksanakan setiap pribadi muslim yang sudah akil balig
(dewasa). Ada puluhan ayat yang memerintahkan pelaksanaan shalat. Namun
demikian, masih banyak pula yang mudah melalaikan dan meninggalkannya.
Bagi sebagian
orang yang sudah terbiasa meninggalkan shalat, seolah tak ada beban ketika
tidak mengerjakannya. Ia merasa tak ada efek apapun ketika dia tidak shalat.
Bahkan, banyak yang menganggap bahwa mendirikan shalat hanya menghabiskan
waktu, tidak efektif, mengganggu waktu istirahat, dan lain sebagainya. Astaghfirullah.
Banyak pula yang
menganggap biasa-biasa saja, maka dirinya pun melalaikannya. Kalau pun
mengerjakan, itu hanya sebatas menggugurkan kewajiban saja. Pelaku shalat
seperti ini diancam oleh Allah dengan balasan neraka wail. (Lihat QS al-Ma’un
[99]: 4-5).
Kelima, “Apakah yang paling tajam di
dunia ini?” Murid-murid al-Ghazali menjawab lisan (lidah),” jawab al-Ghazali.
Lisan yang tidak terjaga akan membuat seseorang begitu mudah mengucapkan
kata-kata kotor, kata-kata yang jahat, sumpah serapah, janji palsu, dan
lainnya. Saat berjanji, ia begitu mudah pula untuk mengingkarinya. Lisannya
bersumpah atas nama Allah, tetapi hatinya mendustakannya. Ia suka mencaci,
memaki, bahkan mengumpat dengan kata-kata kotor dan sumpah serapah.
Bila perbuatan
ini terus dilakukan, maka ancaman Allah pasti akan datang. “Pada hari itu
Kami kunci mulut (dan lisannya), dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan
kakinya juga memberi kesaksian tentang apa-apa yang telah mereka perbuat.”
(QS Yaasin [36]: 65).
Dalam ayat lain,
Allah SWT menegaskan;” …Dan fitnah itu lebih besar bahayanya daripada
pembunuhan,…” (QS al-Baqarah [2]: 191 dan 217).
Keenam, “Apakah di dunia ini yang
paling besar?” kata Imam al-Ghazali
Murid-muridnya menjawab, bahwa yang paling
besar adalah matahari, dunia ini, samudra, dan lain sebagainya. “Yang paling
besar di dunia ini adalah hawa nafsu.”
Banyak orang yang
lupa dengan jabatan yang disandangnya karena terbujuk godaan hawa nafsu, ketika
menerima uang suap. Banyak yang lupa akan intelektualitasnya yang hebat saat
dunia klenik atau mistik merasukinya. Bahkan, mereka lupa akan kekayaan yang
berlimpah ketika melakukan perbuatan maksiat seperti judi dan zina. Amanah yang
disandangnya sebagai bentuk kepercayaan yang diberikan oleh lembaga atau
publik, seolah tak terlihat, ketika berbagai godaan merasukinya.
Akibatnya, banyak
orang yang terjatuh, pejabat terpaksa diturunkan dari jabatannya karena tak
mampu menjalankan amanah dengan baik. Lihatlah betapa banyak pejabat negara bahkan
seorang kepala negara, raja-raja, pejabat publik (eksekutif, legislatif, dan
yudikatif), hingga pesohor yang akhirnya meringkuk di tahanan karena
menyalahgunakan wewenang yang diberikan, atau jatuh dari posisinya karena nafsu
ingin menguasai kekayaan berlebih.
Manusia memang
tak pernah merasa puas, ia selalu merasa kurang. Punya satu tapi ingin dua,
punya dua ingin tiga, dan seterusnya.
“Seandainya
manusia diberi satu lembah yang penuh dengan emas, maka ia akan menginginkan
lembah yang kedua semisal itu. Jika diberi lembah kedua, ia pun masih
menginginkan lembah ketiga. Perut manusia tidaklah akan penuh melainkan dengan
tanah. Allah tentu menerima taubat bagi siapa saja yang bertaubat.” (HR
Bukhari No. 6438).
Allah Swt menghiasi
diri manusia dengan syahwat (nafsu). Syahwat akan perempuan, syahwat akan anak,
syahwat akan emas, perak, kuda perang, harta benda, dan lain sebagainya. Lihat
QS Ali Imran [3]: 14.
Semua yang
disampaikan Imam al-Ghazali di atas, merupakan peringatan kepada setiap Muslim
untuk selalu mawas diri, waspada, dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah
(taqarrub ilallah). Sebab,
banyak manusia yang sudah diberi berbagai macam kenikmatan, namun selalu lupa
bersyukur, diberikan banyak ilmu pengetahuan, tetapi tidak dipergunakan untuk
makin dekat kepada Allah, sebalinya malah bertambah jauh. Banyak yang diberikan
usia panjang, namun lupa mensyukurinya. “Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi
yang kamu dustakan?” (QS ar-Rahman [55]: 55).
Mari kita jadikan
bahan evaluasi diri, pernyataan berikut ini. “Man izdaada ‘ilman lam yazdad hudan fa lam yazdad minallaah illaa
bu’dan.” (Siapa yang bertambah ilmunya, tapi tidak bertambah
petunjuk padanya, maka dia tidak akan dekat kepada Allah kecuali akan bertambah
jauh dari Allah).