Kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim merupakan kitab karya KH. Hasyim Asyari. Kitab tersebut, menekankan adanya etika murid terhadap guru. Kitab tersebut ditulis dilatar belakangi oleh memudarnya nilai-nilai etika karena adanya arus modernisasi dan pembaharuan.
![]() |
KH. Hasyim Asyari |
KH. HASYIM ASY’ARI hidup pada kisaran tahun
1871-1947 yang sudah memasuki zaman modern. Sebagai pemimipin pesantren
Tebuireng Jombang Jawa Timur KH. Hasyim Asy’ari menjadi rujukan ulama lainnya terutama di Jawa dan Madura. Ia
merasa terpanggil untuk menulis sebuah kitab yang memberikan pelajaran tentang
etika bagi pendidik dan murid di tengah-tengah upaya moderisasi yang
melingkupinya.
"Seorang murid jangan bicara ketika guru sedang menyampaikan materi
atau memotong pembicaraannya"
(KH. Hasyim Asyari)
Kitab Adab al-Alim
wa al-Muta’allim merupakan kitab
karya KH. Hasyim Asyari yang di dalamnya memuat materi yang diajarkan
ulama klasik dan beberapa pemikiran KH. Hasyim Asy’ari sendiri. Dalam kitab
tersebut, KH. Hasyim Asy’ari sangat menekankan adanya etika murid terhadap
guru. Kitab tersebut ditulis dilatar belakangi oleh memudarnya nilai-nilai
etika karena adanya arus modernisasi dan pembaharuan.
Jika menilik kitab Adab
al-Alim wa al-Muta’allim karya KH.
Hasyim Asy’ari akan menemukan pembahasan mengenai etika murid terhadap guru. Adapun
pemikiran Hasyim Asy’ari tentang etika murid terhadap guru adalah sebagai
berikut:
Pertama, hendaknya
seorang murid meneliti terlebih dahulu dengan meminta petunjuk kepada Allah
siapa guru yang harus diambil dengan mempertimbangkan akhlak dan etikanya.
ينبغى للطالب ان يقدم
النظر ويستخير الله فيمن ياءخذالعلم عنه ويكتسب حسن الأخلاق والأدب منه
Bawasanya
seorang murid dituntut untuk hati-hati memilih guru dalam belajarnya. Hal ini
akan berakibat pada murid sendiri.
Kedua, memperhatikan apa yang menjadi haknya dan tidak
melupakan keutamaan dan kebaikannya, serta mendoakan gurunya baik ketika ia
hidup atau ia meninggal dan memelihara kekerabatan dan keturunannya.
أن يعرف له حقّه ولا ينسى له فضله, وأن
يدعو له مدّة حياته وبعد مماته ويراعى ذرّيته وأقاربه
Hubungan yang dimaksud adalah adanya keterkaitan secara
interen dan erat tidak hanya dalam artian lahir, akan tetapi juga batin. Jadi
inilah yang menjadi bukti, bahwa pemikiran KH. Hasyim Asy’ari sangat humanis
dan bersifat religius. Sehingga apa yang menjadi ajarannya menjadi bahan acuan
yang sangat penting dalam mengembangkan komunitas pendidikan yang menanamkan
nilai-nilai kemanusiaan dan relegiusitas dalam kehidupan.
Ketiga, hendaknya
memandang gurunya dengan penuh ketulusan dan ketakziman serta menyakini bahwa guru mempunyai kualitas dalam
mengajar.
أن ينظر اليه بعين الاجلال والتعظيم
ويعتقد فيه درجة الكمال, وانّ ذلك أقرب الى نفعه
Seorang
guru harus profesional, baik secara keilmuan yang menjadi spesifikasi maupun
keilmuan pendukung lainnya. Dengan demikian guru mempunyai otoritas yang efektif dalam proses belajar
mengajar pada akhirnya akan menjadikan pendidikan berjalan secara maksimal.
Dengan kata lain, seorang guru dituntut untuk komimen terhadap
profesionalisme dalam mengemban
tugasnya.
Karena
seorang guru bisa dikatakan profesional apabila dalam dirinya terdapat sikap
dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu dan hasil
kerja serta sikap continous improvemen, yaitu selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model
atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zamannya. Juga dilandasi oleh kesadaran
tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan
hidup pada zamanya di masa depan.
Keempat, murid tidak diperkenankan memanggil gurunya dengan sebutan namanya atau
dengan Dhomir mukhotobah.
ولا
يخاطب شيخه بتاء خطاب وكافه
Kewibawaan guru dan menjadikan hubungan yang saling
menghormati dan menumbuhkan dedikasi dalam lingkungan pendidikan. Memiliki
sikap egaliter dan demokratisnya proses pendidikan, menumbuhkan sikap dan prilaku
yang beretika dan berakhlak.
Kelima, hendaknya
murid dilarang masuk keruangan guru tanpa izin, dan menghilangkan bau serta
memakai pakaian rapi ketika berada di ruang belajar.
ان
لايدخل على الشيخ فى غيرالمجلس العام الاّباستئذان. ويدخل على الشيخ كامل
الهيئة مطهرالبدن والثياب لقصدالعلم.
Bawasanya
KH. Hasyim Asy’ari mencoba memberikan bimbingan dan proses belajar hendaknya
dilakukan secara baik dan rapi, beretika dan disiplin. Masalah penampilan
merupakan hal yang mendapat perhatian karena menyangkut keberhasilan pendidikan
afektif –psikomotorik.
Keenam, hendaknya murid jangan bicara ketika guru sedang menyampaikan materi atau
memotong pembicaraannya.
ولايتكلم فى أثناء درس بمالايتعلق به او
بما يقطع عليه.
Kaitannya dengan penciptaan suasana belajar mengajar KH.
Hasyim Asy’ari melarang muridnya memotong pembicaraan guru sebelum selesai
berbicara. Begitu juga tidak diperkenankan berbicara dengan orang lain
sementara guru sedang mengajar.
Ketujuh, hendaknya murid memilih orang
yang dipandang berilmu serta etika dan akhlaknya baik dalam belajarnya.
ينبغى للطالب ان يقدم
النظر ويستخير الله فيمن ياءخذالعلم عنه ويكتسب حسن الأخلاق والأدب منه
Bawasanya
murid di tuntut untuk hati-hati memilih guru dalam belajarnya. Hal ini akan
berakibat pada pada murid sendiri.
Kedelapan, hendaknya
orang yang akan dijadikan guru itu adalah harus beryari’at yang baik serta di
akui kemampuannya oleh guru-guru lainnya.
يجتهد ان يكون الشيخ
ممن له على العلوم الشرعية تمام الطلاع وله ممن
يوثق به من مشايخ عصره.
Karena profesi seorang guru tidak boleh mengabaikan
kewajibannya. Ia wajib bekerja untuk dapat menghasilkan ilmu yang
berkelanjutan, serta banyak membaca, menelaah, berfikir dan berdiskusi. Hal ini
dilakukan karena derajat seorang guru yang alim sama dengan derjata para
ulama’.
Kesembilan, hendaknya
murid bersikap sopan santun di depan gurunya.
ان
يجلس امام الشيخ بالأدب
Dalam
hal ini, bagaimana murid duduk dan bersikap dengan sopan ketika berhadapan
dengan gurunya, lebih-lebih dalam proses belajar mengajar yang sedang
berlangsung.
Kesepuluh, hendaknya
murid berlemah lembut kepada gurunya dalam berbicara.
ان
يحسن خطابه مع الشيخ بقدرالامكان.
Seorang murid menunjukkan sikap akhlak yang baik
terutama kepada gurunya, yaitu berupaya menyenangkan hati sang guru, serta
tidak menunjukkan sikap yang memancing ketidaksenangan sang guru.
Bahwa etika murid terhadap guru menurut KH. Hasyim
Asy’ari adalah etika yang bersifat kemitraan yang didasarkan pada pada
nilai-nilai etika, demokratis, keterbukaan, kemanusiaan dan saling pengertian.
Karena dalam etika tersebut eksistensi murid diakui dan dihargai.